Jenis Mediasi

Jenis Mediasi Ditulis Oleh : Lalu Guntur Payasan, M.H
Ada 2 jenis mediasi menurut tempatnya, yaitu:[1]
a.      Di Pengadilan
Proses mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan di pengadilan. Adapun prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi peradilan dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi  dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu tahap pramediasi dan tahap mediasi.
Tahap pramediasi dimulai dari saat hari pertama sidang yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.[2]

Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut: Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; Advokat atau akademisi hukum; Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; Hakim majelis pemeriksa perkara; Gabungan antara mediator yang disebut di atas. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.[3]
Sebelum tahap mediasi dilaksanakan, terlebih dahulu diatur mengenai batas waktu yakni; Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis hakim. Ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud ayat (1) terpenuhi, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.[4]
Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing~masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.[5]
Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu· pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.[6]
Memperhatikan ketentuan di atas, ada dua kemungkinan dalam proses mediasi yaitu berhasil mencapai kesepakatan atau gagal mencapai kesepakatan.[7]
1)  Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian para pihak dengan bantuan mediator, maka mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
2)  Apabila setelah batas waktu maksimal empat puluh hari kerja sebagaimana atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.
b.   Di luar Pengadilan
Mediasi diluar pengadilan dapat kita temukan dalam beberapa Peraturan Perundang-undangan, yang membentuk suatu badan penyelesaian sengketa. PERMA No. 1 Tahun 2008 juga memuat ketentuan yang menghubungkan antara praktik mediasi di luar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan. Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) PERMA No.1 Tahun 2008 mengatur sebuah prosedur hukum untuk akta perdamaian dari pengadilan tingkat pertama atas kesepakatan perdamaian di luar pengadilan. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau dokumen kesepakatan perdamaian para pihak dengan mediasi atau dibantu oleh mediator bersertifikat. Pengajuan gugatan tentunya adalah pihak yang dalam sengketa itu mengalami kerugian.[8]



[1] Megandianty Adam & Degrantiny Clarita (Indonesian Institute for Conflict Transformation), 2003, op. cit
[2] Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 7
[3] Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 8
[4] Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 11
[5] Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 13
[6] Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 14
[7] Soetrisno, 2010, op. cit, hal. 56
[8] Takdir Rahmadi, 2010, Mediasi: penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat, Raja Gravindo Persada, Jakarta. hal. 193